Rapat Kepengurusan MUSDA MUI Kediri

FOTO: Pelaksanaan Musda untuk memilih secara langsung ketua. (DUTA/Moh.Aagus Fauzul Hakim)
 AMUNISI BARU, KRITIK KEBIJAKAN PEMKOT

KEDIRI- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri baru saja membentuk Kepengurusan baru sebagai ganti kepengurusan yang lama melalui Musyawaroh Daerah (MUSDA). Musda tersebut merupakan kali pertama penggunaan sistem pemilihan ketua secara langsung oleh peserta, biasanya pemilihan ketua atas penunjukan dari MUI Kota Kediri. Sebagai amunisi untuk periode 2010-2015, berbagai tugas sudah menanti, diantaranya adalah penajaman eksistensi lembaga.

Ketua terpilih, KH.Abu bakar Abdul Jalil yang merupakan pengasuh dari pondok pesantren Salafiyah Bandar Kidul, Kota Kediri ketika dikonfirmasi Duta mengatakan bahwa dari sekian banyak tugas yang menanti, pembinaan moral umat akan menjadi garapan prioritas. Hal itu mendesak untuk dilakukan  sebagai upaya membentengi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan-kebijakan  Pemerintah Kota (Pemkot) Kediri yang dianggap telah mengesampingkan sisi agama. Terutama pada bidang perekonomian.

“Kebijakan Pemkot dalam bidang ekonomi banyak mengesampingkan sisi agama. Sehingga perlu segera untuk membentengi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan oleh adanya kebijakan tersebut. Khususnya di Kecamatan Mojoroto”, ujar Kyai muda yang biasa disapa Gus Ab seusai pemilihan ketua, Sabtu (8/5).

Contoh dari kebijakan pemkot tersebut, lanjut Gus Ab, adalah tempat hiburan malam semisal kafe remang-remang yang mulai menjamur, bahkan juga mulai ada panti pijat. Hiburan malam tersebut merajalela, karena mudahnya mekanisme perijinan dari Pemkot. Prosedur perijinan yang mudah ditengarai sebagai upaya pemkot untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sedangkan pengawasannya masih jauh dikatakan ketat sehingga dampak kerusakan moral bagi masyarakat akan semakin besar.

Berkaitan dengan hal ini, Langkah yang pernah diambil oleh MUI Mojoroto adalah dengan menyurati langsung Walikota Kediri perihal peninjauan ulang terhadap kebijakan hiburan malam. Namun, upaya tersebut masih belum mendapatkan tanggapan yang berarti dari pihak pemerintah.” Sekitar awal Puasa 2009 lau, kita bersama-sama dengan MUI Kediri dan Depag pernah mengajukan surat yang intinya meminta walikota untuk meninjau ulang kebijakannya tentang tempat hiburan malam. Namun hingga kini masih belum mendapat respon”, lanjut Gus Ab.

Sementara itu, dalam Musda yang digelar malam hari dan berlangsung di Pondok Pesantren Salafiyah, Bandar Kidul, Kota Kediri tersebut, selain memilih ketua juga menetapkan 4 pengurus harian, satu pengurus berasal utusan MUI Kota Kediri, yaitu KH.Kholil As'ary dan 3 pengurus lainnya, Drs, Jamaludin B.MHi, Drs.Nur Shohib, MPdi, Drs.Aqin Adlan,MEi dari anggota MUI Mojoroto. Selain dihadiri oleh KH.Kafabihi, ketua MUI Kota Kediri, juga dihadiri oleh Hari Purnomo, camat Mojoroto mewakili Muspika stempat. (zul).

FOTO: anggota satpol PP, ketika sedang berjaga di Pos pantau klothok. (DUTA/Moh.Agus Fauzul Hakim)
POS PANTAU KLOTHOK BUTUH SOSIALISASI
KEDIRI-Keberadaan pos pantau klothok diarea Bukit Wisata Lebak Tumpang Kota Kediri masih butuh sosialisasi. Sehingga masyarakat memahami fungsi dari proyek yang dibiayai pemerintah tersebut. Pasalnya saat ini, di satu sisi dengan adanya pos pantau tersebut diharapkan dapat menekan angka kriminalitas yang terjadi dikawasan wisata itu, dan disisi lain keberadaaanya dianggap memberatkan para pedagang diarea wisata tersebut.

Pos pantau tersebut mulai didirikan sekitar Juni 2009, atau tepatnya setelah adanya kejadian mesum yang dilakukan oleh sepasang pelajar SMU negeri Kota Kediri. Letaknya di pintu masuk Wisata Bukit Lebak Tumpang dan  juga di tengah-tengah jalur wisata. Pengoperasiannya dari Satuan Polisi Pamong Praja (Pol PP) serta dibantu oleh kepolisian sektor (Polsek) Mojoroto dan Koramil. 

Secara teknis, pos tersebut diguakan untuk mengawasi pemberlakuan waktu edar (batasan waktu) bagi pengunjung, yaitu larangan masuk kawasan setelah pukul 23.00 untuk senin-Jum'at, dan 24.00 untuk Sabtu dan Minggu. Selain itu juga menghalau para pelajar yang akan masuk kawasan tersebut pada jam pelajaran berlangsung, yaitu mulai pukul 07.00-13.00 WIB.

Darmawan, anggota satpol pp yang ditemui Duta di pos pantau mengatakan bahwa keberadaan pos tersebut sangat membantu menekan angka kriminalitas, karena selain berjaga dalam pos, petugas gabungan juga sering memonitor situasi sekitar wisata dengan patroli.” Ya minimal dengan ini (    pos pantau,red) mereka yang berencana jelek sudah keder duluan. Selama ini kami juga banyak menerima laporan dari para korban kejahatan yang ada disini. Terutama yang sering adalah pelecehan seksual, maka laporan tersebut terus kami lanjutkan ke kepolisian”, ujar petugas penyidik satpol PP ini.

Sementara itu, tidak sedikit juga para pedagang yang merasa keberatan dengan adanya pos pantau tersebut. Terlebih dengan adanya pembatasan waktu kunjungan. Hal tersebut mengurangi pendapatan para pedagang. “ Adanya pos pantau tersebut mempengaruhi pendapatan kami, la gimana, dengan adanya batasan waktu, pengunjung yang akan masuk jadi tidak masuk. Padahal kalau malam, dengan adanya pengunjung, paling tidak juga akan menambah keamanan sekitar. Kalau sepi maling jadi tambah leluasa tho?” ungkap salah satu pedagang yang tidak mau disebut namanya ketika dikonfirmasi Duta.

Sementara itu, Wakil Walikota Kediri, Abdullah Abu Bakar, SE, mengatakan bahwa selama ini memang belum ada evaluasi terhadap pos pantau Klothok. “Kita belum mengevaluasi hal itu (pos pantau), namun tujuan dibangunnya kan bagus, supaya ada kontrol di kawasan wisata tersebut” ujarnya saat ditemui Duta selepas sholat Jum'at di masjid lingkungan Pemkot. (7/5). 

FOTO: Wakil Walikota Kediri, Abdullah Abu Bakar, SE. (Duta /Moh.Agus Fauzul Hakim)
PEMKOT PERMISIF PADA PEGAWAI YANG KERJA SAMBIL FACEBOOK-AN
KEDIRI- Ini mungkin menjadi angin segar bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintahan Kota (Pemkot) Kediri yang gandrung dengan jejaring sosial Facebook. Pasalnya,  pemkot tidak akan menindak para pegawainya yang berselancar di dunia maya diluar keperluan kantor .

Pemkot menilai bahwa pegawai yang mengoperasikan jejaring sosial semisal Facebook bukan termasuk pada kategori pelanggaran disiplin pegawai negeri seperti pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 30/80. Para pegawai tersebut hanya melanggar etika kerja. Sedangkan etika kerja datangnya dari nurani dan diri masing-masing pegawai. “Ini hanya masalah etika kerja”, kata Wakil Walikota Kediri, Abdullah Abu Bakar,SE, ketika dikonfirmasi wartawan terkait fenomena facebook pada PNS dilingkungan pemkot Kediri, Jum'at (7/5).

Abu Bakar menambahkan, bahwa facebook tidak ada bedanya dengan media berita lain, sehingga memungkinkan membuka jejaring sosial tersebut untuk mengetahui informasi atau kabar berita. “ Jadi, belum tentu pegawai yang membuka facebook itu karena bermain-main, siapa tahu karena sedang mendapat kabar kabar tentang sesuatu yang penting dari keluarga, misalnya ada familinya yang meninggal. Tapi kami juga menghimbau kepada seluruh pegawai untuk menggunakan teknologi sesuai dengan peruntukan dan tempat, ”, ujar Wakil Walikota yang masih singgle tersebut. (zul).


Sumber : Orang yang Mengetik

0 komentar: