Penetapan 13 Anggota PP Muhammadiyah Terpilih
Peserta Muktamar Ke-46 Muhammadiyah, Senin (5/7/2010) malam, memilih 13 anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2010-2015, dari 39 calon yang ditetapkan dalam sidang Tanwir sebelumnya. Hingga pukul 23.00, semalam, Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2010 Din Syamsuddin masih memimpin raihan suara terbanyak.
Mantan Menteri Pendidikan Nasional A Malik Fajar dan Bambang Sudibyo sementara masuk dalam 13 calon yang meraih dukungan terbanyak. Selain itu, sejumlah pengurus PP Muhammadiyah periode 2005-2010, seperti Dahlan Rais, Yunahar Ilyas, Mohammad Muqoddas, dan Haedar Nasir, juga kembali masuk dalam calon yang masuk ”13 besar”.
Kader muda Muhammadiyah, seperti Abdul Mu’ti dan Agung Danarta, sementara juga masuk dalam 13 calon yang meraih dukungan suara terbanyak. Setelah 13 pengurus PP Muhammadiyah baru ditetapkan, mereka akan berunding untuk memilih salah satu di antaranya menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2010-2015.
Muktamar Ke-46 Muhammadiyah di Yogyakarta akan berlangsung hingga Kamis mendatang. Setelah kepengurusan PP Muhammadiyah yang baru terpilih, muktamar akan merumuskan program kerja persyarikatan ke depan.
Peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI), Burhanudin Muhtadi, Senin, saat dihubungi dari Yogyakarta, memperkirakan, apabila Din kembali terpilih memimpin Muhammadiyah, organisasi itu tak akan berubah jauh dari sebelumnya. Hubungan Muhammadiyah dengan pemerintah akan terus mengalami pasang surut, dan kurang bisa menjaga jarak dari politik praktis. Namun, kiprahnya di dunia internasional dalam gerakan penegakan hak asasi manusia dan toleransi antarumat beragama cukup baik.
Abdul Mu’ti mengakui, sejak lahir Muhammadiyah tak bisa lepas dari politik. Namun, secara kelembagaan, Muhammadiyah tak pernah mendukung kekuatan politik mana pun.
Burhanuddin menambahkan, Muhammadiyah memerlukan pemimpin yang terbuka dan bisa menguatkan kembali tradisi intelektualitas. Pemimpin yang mampu memainkan peran politik tingkat tinggi, bukan politik rendahan dengan melibatkan diri dalam politik praktis.
Menurut dia, Muhammadiyah kini mengalami disorientasi gerakan. Muhammadiyah memainkan peran dan tugas negara, seperti membangun lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, dan amal usaha lainnya. Terjebak dengan rutinitas pengelolaan amal usaha itu, Muhammadiyah lupa memberikan terobosan pemikiran dalam pembangunan bangsa dan demokratisasi.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Bahtiar Effendy menambahkan, Muhammadiyah membutuhkan pemimpin yang bisa menjawab tantangan masa depan. Pemimpin harus memiliki kapasitas, jaringan yang kuat, tidak gagap, dan tidak takut berhubungan dengan kalangan internasional.[Kompas]
0 komentar:
Post a Comment