Bubur Syura Tradisi 10 Muharram di Sulsel
Membuat bubur syura pada 10 Muharram menjadi tradisi masyarakat penganut Agama Islam di Sulawesi Selatan (Sulsel).
"Tradisi ini sudah dijalani turun-temurun untuk memperingati perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan siar Islam," kata salah seorang warga Kelurahan Kalukuang, Kecamatan Tallo, Kota Makassar H Haniah, Minggu.
Dia mengatakan, bubur syura yang dilengkapi aneka lauk-pauk dan buah-buahan itu biasanya dibuat dalam porsi yang cukup banyak, karena setelah berdoa bersama bubur syura itu kemudian dibagi-bagikan kepada tetangga dan fakir miskin.
Menurut dia, itu adalah salah satu bentuk berbagi kasih sayang dengan sesama manusia, tanpa membedakan warna kulit dan agama.
"Pada 10 Muharram itu, kami puasa sunat dan kemudian menjelang berbuka puasa, kami menggelar doa bersama kemudian menyantap bersama bubur syura tersebut," katanya.
Sementara itu, warga Kelurahan Allepolea, Kecamatan Lau, Kabupaten Maros H Selong mengatakan, setiap 10 Muharram masjid
di kelurahannya menggelar doa bersama dan setiap rumah tangga diharapkan membawa bubur syura ke masjid pada sore hari.
"Setelah berdoa bersama, bubur syura itu kemudian dimakan bersama para jemaah masjid pada saat berbuka puasa dan sebagian lagi dibagikan kepada fakir miskin di sekitar masjid," ujarnya.
Lebih jauh dia mengatakan, dalam pembuatan bubur syura itu tidak ada unsur paksaan, siapa yang memiliki kemampuan ekonomi akan memberikan porsi yang lebih banyak, sedang yang kurang mampu, hanya satu atau dua piring saja.
"Bahkan yang tidak mampu sama sekali, hanya menjadi undangan dan akan diberi pembagian bubur syura di masjid," katanya.
"Tradisi ini sudah dijalani turun-temurun untuk memperingati perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan siar Islam," kata salah seorang warga Kelurahan Kalukuang, Kecamatan Tallo, Kota Makassar H Haniah, Minggu.
Dia mengatakan, bubur syura yang dilengkapi aneka lauk-pauk dan buah-buahan itu biasanya dibuat dalam porsi yang cukup banyak, karena setelah berdoa bersama bubur syura itu kemudian dibagi-bagikan kepada tetangga dan fakir miskin.
Menurut dia, itu adalah salah satu bentuk berbagi kasih sayang dengan sesama manusia, tanpa membedakan warna kulit dan agama.
"Pada 10 Muharram itu, kami puasa sunat dan kemudian menjelang berbuka puasa, kami menggelar doa bersama kemudian menyantap bersama bubur syura tersebut," katanya.
Sementara itu, warga Kelurahan Allepolea, Kecamatan Lau, Kabupaten Maros H Selong mengatakan, setiap 10 Muharram masjid
di kelurahannya menggelar doa bersama dan setiap rumah tangga diharapkan membawa bubur syura ke masjid pada sore hari.
"Setelah berdoa bersama, bubur syura itu kemudian dimakan bersama para jemaah masjid pada saat berbuka puasa dan sebagian lagi dibagikan kepada fakir miskin di sekitar masjid," ujarnya.
Lebih jauh dia mengatakan, dalam pembuatan bubur syura itu tidak ada unsur paksaan, siapa yang memiliki kemampuan ekonomi akan memberikan porsi yang lebih banyak, sedang yang kurang mampu, hanya satu atau dua piring saja.
"Bahkan yang tidak mampu sama sekali, hanya menjadi undangan dan akan diberi pembagian bubur syura di masjid," katanya.
Sumber : Kompas.com
0 komentar:
Post a Comment